Monday, November 14, 2005

Kenangan...Lebaran Ketupat di Kampong

Sudah hampir seminggu lewat kita habis merayakan Hari Raya Idul Fitri...suasana pun berangsur-angsur normal settelah kita di sibukkan oleh euforia nasional negeri ini dengan acara mudik lebaran. Mulai arus mudik...jalan-jalan dan kesulitan-kesulitan hidup akibat BBM naik yang 'sejenak' dilupakan dengan pesta rakyat ini...mulai kembali hadir di depan kita. tetapi kali ini aku ndak mau pusing2 ngomongin BBM, politik, teroris dll...yang indah-indah saja deh yang aku tulis...jadi ceritanya ini mengenai Lebaran Ketupat di Kampong.
Dahulu kala..!..he... dikampong aku...seminggu setelah Hari Raya idul fitri ada yang namanya lebaran Ketupat (ini kalau aku ndak salah ingat lho ya ! gila dung ? hi) . kan biasanya orang-orang berpuasa syawal 5-6 hari dihitung mulai dari H+1 nah di hari terakhir dirayakanlah lebaran lagi yang namanya lebaran ketupat. Gimana itu lebaran ketupat ? kira-kira begini..pagi-pagi sekali habis subuh..di balai desa di"tabuh"/pukul kentongan kayu yang besar berkali-kali..tung ..tung...tung..tung...terus menrus sebagai tanda agar orang -orang segera datang ke balai desa, ngapain ?
Unixq nya adalah..setiap keluarga membawa nampan sendiri-sendiri yang berisi menu ketupat +kelapa COS/serundeng tapi gorengnya pakai wajan tanah liat dan tdk pakai minyak..nyem2...euuuunak tenan iku, atau ada yg cuma di COS/tempel dgn genteng yg udah dubakar sampai membara...nyem2..ini lbh ueenak lagi. kadang2 ada juga yg menambahi lauk pauk tempe tahu ayam dan lain-lain menuju ke Balai desa. Nampan ketupat dikumpulin dan disusun berjajar untuk kenduri yang kadang-kdang meluber sampai ke halaman Balai desa. trus orang2 pun langsung menempati tempat duduk bersila dengan cara bertukar nampan atau kadang-kadang isi nampan di campur-campur dgn cara di tukar-tukar isisnya dengan bebeerapa isi nampan lain oleh perangkat desa, terserah duduk dimana pokoknya tidak duduk depan nampannya sendiri..tiap "tampah" /nampan dihadapain 5-6 orang sesuai kapasitas ketupatnya.

Acara ini dimulai sekitar jam 06.00 dengan dipimpin oleh bapak modin dan perangkat desa yg sedikit memberi ceramah dan sambutan (nggak pakai lama), di lanjutkan dengan baca do'a dan sudah deh ! acara puncak yg ditunggu-tunggu datang juga yaitu ..makan ketupat bersama-sama dengan menu ketupat beragam....sisanya dibawa pulang dan tidak lupa mengambil tampah/nampan masing2 setlahselesai...duh ! betapa indahnya suasana dikampong..apalagi anak2 kecil..wah...asyik deh.. dan memang umumnya pesertanya yg banyak anak2 kecil...termasuk saya waktu itu..bagian bawa nampan..seneng bangeeeet..!! bayangkan itu hampir sekampong lho ?! lha acaranya saja di balai desa..kita harus jalan...bisa sampai2 3km..utk datang...tapi asyik juga sih..walau harus jalan..makin tambah nikmat makan ketupatnya soalnya..udah capek duluan...dan belum sarapan lagi....tercapailah rumus 3 yang bikin nikmat yaitu lapar+sedikit+tidak ada pilihan...hi

Begitulah kira-kira sedikit cerita lebaran ketupat dikampong aku disebuah wilayah didaerah jawa timur yang mungkin sekarang sudah tidak ada lagi kali ? soalnya udah lama ortu pindah jadi ndak lama kali tak negok kampung aku itu. Semoga cerita ini bisa jadi inspirasi untuk kita untuk memikirkan agar bisa memberikan kesan2 yang mendalam tentang nilai-nilai kebersamaan dan keindahan suasana dikampong terhadap anak2 kita yg terpaksa hidup ditengah kota...dan kehilangan moment-momen budaya dikampong yang sangat bernilai...dan saya rasa tugas kita2 yang tua ..eh aku masih muda deh..untukmenciptakan2 suasana2/moment2..yang mendalam dan penuh nilai-nilai moral, agama dll terhadap anak2 kita sebagai kompensasi terhadap keterpaksaan mereka..hidup ditengah kota bersama kita.
Sebagai bahan renungan atau pemikiran...gimana ya kita bisa menghadirkan suasana/momen budaya di kampong yang penuh dengan nilai-nilai agama dan moral yang tinggi di tengah arus informasi dan derasnya budaya merusak di tengah kota ini ? aku yakin budaya-budaya atau kebiasaan-kebiasaan di kampong itu adalah buah karya..dan pemikiran yang tinggi dari pendahulu-pendahulu kita khususnya wali-wali songo yang 'meramu' nilai-nilai agama dalam ritual-ritual budaya local..sehingga membuat agama menjadi nilai atau nafas dikehidupan sehari-hari yang akhirnya akan membentuk karakter pribadi dan negeri ini. Tetapi sayangnya nilai-nilai dan budaya itu mulai luntur dan terkikis oleh derasnya masuknya budaya-budaya luar yang kadang-kadang jauh dari nilai-nilai agama dan moral..so saatnyalah kita bangun kesadaran untuk menggali nilai-nilai di budaya-budaya negeri ini dan menghidupkannya lagi..mungkin kah ? pikiren rek yo hi. Cak Kho

No comments:

Post a Comment